PERUBAHAN REDAKSI “MAKSUD DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH” DARI WAKTU KE WAKTU

Oleh: Zaenal Arifin

Tujuan merupakan langkah pertama dalam membuat perencanaan sehingga dalam pelaksanaannya terarah sesuai dengan yang akan dicapai. Begitu pula dengan Muhammadiyah dalam merumuskan tujuannya disesuaikan dengan kondisi yang sedang berkembang saat itu. Sejak berdiri tahun 1912 sampai sekarang setidaknya menurut saya Muhammadiyah sudah mengganti redaksional tujuan sebanyak tujuh kali, lebih lengkapnya sebagai berikut:

Tujuan Muhammadiyah tahun 1330 H/1912 (Periode KH. A.Dahlan)

  • Menyebarkan pengajaran agama kanjeng Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera dalam residen Yogyakarta
  • Memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya

Tujuan Muhammadiyah tahun 1914 (Periode KH. A.Dahlan)

Perubahan tujuan ini karena Muhammadiyah sudah mulai menyebar keluar daerah Yogyakarta, menurut KH Syujak rumusan Tujuan ini disusun oleh H. Agus Salim.

  • Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Netherland
  • Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya (anggota-anggotanya).

Tujuan Muhammadiyah masa penjajahan Jepang (Periode Ki Bagus Hadikusumo)

Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh asia timur raya dibawah pimpinan dai nippon dan memang diperintahkan oleh Tuhan Allah, maka perkumpulan ini:

  • Hendaklah menyiarkan agama Islam serta melatih hidup yang selaras dengan tuntunannya.
  • Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum.
  • Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.

Tujuan Muhammadiyah masa kemerdekaan (Periode Ki Bagus Hadikusumo)

Maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya

Tujuan Muhammadiyah tahun 1985 (Periode AR. Fakhruddin)

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.

Tujuan Muhammadiyah tahun 2000 (Periode A.Syafi’i Ma’arif)

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam, sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang di ridhai Alllah Subhanahu wa ta’ala.

Tujuan Muhammadiyah tahun 2005 (Periode Din Syamsudin)

Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Kesimpulan

Demikian perubahan maksud dan tujuan Muhammadiyah dari awal berdiri sampai sekarang. Secara garis besar maksudnya sama meskipun redaksinya berbeda-beda, yaitu hendak menyiarkan agama Islam yang berwatak hidup menghidupkan, berwatak bergerak dan menggerakkan, berpedoman kepada al Qur’an dan Hadits, kepada seluruh masyarakat untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

 Tulisan ini diambil dari banyak sumber

PASAL KARET UU NO 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Oleh : Zaenal Arifin

SELAYANG PANDANG

Hiruk pikuk penerimaan perangkat desa menjadi kesibukan dibeberapa daerah. Dag dig dug para calon perangkat menjadi rasa yang hinggap dijantungnya. Asa mereka para calon perangkat untuk diterima sangat besar dengan dalih ingin ikut berjuang membangun desanya. Dengan komposisi lowongan dimasing-masing desa beragam, ada yang hanya butuh satu perangkat, banyak pula yang lebih dari satu lowongan. Para pendaftar berasal dari bermacam latar belakang pendidikan dan keahlian, ada yang kompeten sesuai yang distandarkan oleh kepala desa, ada yang setengah kompeten dan banyak pula yang tidak kompeten. Bahkan tim penguji pun tidak tanggung-tanggung, melibatkan akademisi perguruan tinggi yang ditunjuk oleh penyelenggara. Dengan tujuan supaya menghasilkan perangkat yang kompeten sesuai standar yang butuhkan. Idealisme formal penyelenggaraan patut dipertahankan dan terus ditingkatkan supaya menghasilkan produk kebutuhan yang semakin berkualitas. Semuanya itu merupakan langkah aktualisasi dalam melaksanakan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Regulasi ideal yang membutuhkan monotafsir dalam eksekusi supaya tidak menumbuhkan polemik di tingkat bawah. Tetapi tak ada gading yang tak retak, setiap idelaisme pada satu sisi pasti ada pragmatisme disisi lain, sehingga kami mencoba untuk mengindentifikasi kemungkinan kelemahan yang ditimbulkan dari UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa tersebut.

PASAL–PASAL KARET/MULTITAFSIR

Setelah disahkannya UU No. 6 tahun 2014 pada tanggal 15 Januari 2014 perkembangan dan pembangunan desa diharapkan lebih cepat dan mengenai sasaran, Karena UU tersebut menjadi pemotong rantai birokrasi yang panjang, sekaligus untuk meminimalisir perilaku koruptif dari pos birokrasi tersebut. Usaha legislatif dan eksekutif yang patut kita hargai dalam rangka pemerataan pembangunan disetiap wilayah NKRI. Tetapi dari idealnya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa menurut pemhaman kami ada beberapa pasal yang mengandung multitafsir atau kami menyebut sebagai pasal karet. Pasal-pasal tersebut sebagai berikut:

  1. Pasal 18

gb 1

Menurut kami pasal 18 membuat kepala desa sebagai top leader kepemimpinan desa, mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas. Kepala desa sebagai penyelanggara pemerintahan desa berwenang membuat keputusan apapun terkait desa termasuk yang sedang hangat saat ini penerimaan perangkat desa yang nantinya akan membantu kepala desa dalam menjalankan roda pemerintahan desa. Keadaan saat ini penerimaan calon perangkat desa dipenuhi dengan intrik tawar menawar antara calon perangkat dengan kepala desa. Tahapan tes wawancara digunakan kepala desa untuk menunjukkan kuasanya.

  1. Pasal 22

Gb 2

Pasal ini menegaskan dan menguatkan posisi kepala desa dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Terjadinya kuasa berantai dari bawah keatas, dari kepala desa dan bupati, sehingga kalau dilihat, walaupun kepala desa dalam pemilihannya tidak ada sangkut pautnya dengan alat politik berupa partai politik, tetapi kalau sudah terpilih, kepala desa akan mengikuti arus politik yang dibawa oleh baupati. Sehingga keputusan terkait dengan desa bisa dikata keputusan bupati yang secara otomatis akan dilaksanakan oleh kepala desa, termasuk dalam penerimaan calon perangkat dengan kebijakan sesuai pembagian yang dilakukan.

  1. Pasal 26 ayat 3

Gb 3

Pasal ini digunakan oleh kepala desa untuk memilih siapa saja yang akan membantunya dalam pemerintahan desa. Dengan standar yang sudah ditetapkan oleh kepala desa.

  1. Pasal 49

Gb 4  Pasal ini kembali menegaskan kekuasaan tanpa batas dari kepala desa, yang akan mendapatkan legalitas dari struktur diatasnya. Sehingga dalam kegiatan penyelanggaraan penerimaan perangkat ada tiga yang menentukan, bupati yang mendelagasikan camat sebagai tempat konsultasi dan kepala desa itu sendiri.

Dari empat pasal tersebut diatas kami benturkan realitas dilapangan khususnya dalam penerimaan calon perangkat desa, kepala desa konsultasi dengan bupati dan bupati memberikan mandat kepada camat untuk berperan secara politik dalam seleksi. Hal tersebut memang dibenarkan dalam UU, sehingga legalitas formalnya tidak masalah. Sehingga kalau calon perangkat desa menghabiskan dana sampai ratusan juta, itu wajar karena kepala desa, camat dan bupati sedang melaksanakan UU. Seoperti yang tercantum dalam pasal 39 ayat 2 “bahwa perangkat desa diangkat oleh kepala desa yang dikonsultasikan dengan camat atas nama bupati”.

Maka dari itu ada prinsip yang harus jadi semboyan dari masing – masing orang, “ketika tidak bisa memberantas kemungkaran, maka minimal bisa meminimalisir kemungkaran tersebut”. Karena sistem harus dirubah dari sistemnya itu sendiri,  orang hanya sebagai pelaksana UU.  Nah soal UU menjadi tanggung jawab legislatif dan eksekutif untuk memproduk regulasi ideal yang bermoral. Wallahu alam bishowab. 

MEMPRODUKTIFKAN INFAQ UMAT

Oleh: Zaenal Arifin. 

zaman sekarang dana yang dihimpun dari umat luar biasa besarnya. Ini bukti bahwa kesadaran umat islam sudah tumbuh, Kesadaran akan nash Allah dalam firman_Nya

وَمَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rizki yang terbaik” [Saba’/34 : 39]

Dalam menafsirkan ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata : “Betapapun sedikit apa yang kamu infakkan dari apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang diperbolehkanNya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan diberi pahala dan ganjaran.

Surah saba’:39 tersebut menjadi salah satu spirit umat  dalam berderma, juga sebagai salah satu bentuk kesadaran dan aktualisas berislam secara menyeluruh.

Kajian – kajian keislaman yang melibatkan massa banyak biasanya  menghasilkan dana infaq yang banyak pula, bentuk kegiatan seperti itu menjadi bukti eksistensi sebuah perkumpulannya.

Akan tetapi sebuah perkumpulan atau organisasi ketika sudah mampu menghimpun dana infaq yang besar, muncul permasalahan baru belum adanya kesiapan panitia untuk mendistribusikan dana umat tersebut. Selama ini menurut kami pendistribusian dana infaq belum maksimal, baru pada tahapan konsumtif habis pakai. Misalnya santunan dengan bentuk uang, secara nominal hanya bisa digunakan untuk konsumsi harian, belum bisa untuk pemberdayaan jangka panjang. Selain santunan biasanya dana infaq digunakan untuk membeli peralatan masjid atau tempat ibadah, misalnya sound dll. Sehingga secara umum dana infaq yang sudah belum mampu didistribusikan dengan baik untuk pemberdayaan umat.

MENGUATKAN DANA INFAQ UNTUK PEMBERDAYAAN

Umat islam sudah saatnya mempunyai pemikiran untuk melakukan pembaharuan dalam mengelola dana infaq. Dari pengamatan kami, secara garis besar yang harus ada dalam pikiran pengelola dana infaq yaitu garis besar pemberdayaan, apapun bentuknya. Baik bentuk hewan ternak, modal usaha dll. Tanpa meninggalkan program konsumtif yang sudah berjalan, maka munculkan juga program produktif yang insha Allah kemanfaatannya jauh lebih besar dan jangka panjang. Selain itu jangan sampai pengelola atau panitia penghimpunan infaq mempunyai pemikiran menyimpan uang infaq dengan saldo yang besar, tapi harus dibalik bahwa setiap periodik saldo harus di nol kan sebagai bentuk pendistribusian berjalan dengan baik dengan program yang baik pula.

Dari paparan singkat diatas, bisa kita simpulkan Bahwa pendistribusian dana infaq melalui dua program, yaitu program konsumtif dan program produktif. Kalau Program konsumtif biasanya sudah berjalan, dengan bentuk santunan dll. Nah untuk program produktif masih perlu diaktualisasikan oleh panitia, bisa berbentuk bantuan hewan ternak untuk di rawat oleh fakir miskin, dan bantuan modal usaha. Kalau dua program itu bisa terlaksana maka menurut hemat kami pendistribusian infaq bisa dikatakan berhasil, dan islam benar-benar menjadi solusi keumatan Insha Allah. Waallahu a’lam

PELOPOR AJARAN SYEIKH MUHAMMAD ABDUH DI NUSANTARA (bagian 1)

Oleh: Zaenal Arifin

Pemurnian adalah anak kandung pembaharuan; pembaharuan hadir dari hasil pemikiran dan refleksi atas kemunduran umat islam yang semakin memprihatinkan. Kejumudan beragama berakibat pada nihilnya pemikiran sebagai induk dari agama itu sendiri. Pesan etik agama tidak tersampaikan semestinya, karena berhenti pada ritual yang sudah ter sinkretis dengan keyakinan diluar agama. Budaya dan keyakinan yang sudah ada turun temurun dari nenek moyang menjadi selingkuhan agamanya, sehingga umat islam tidak bisa keluar dari perilaku taqlid. Kondisi tersebut terjadi pada kisaran abad 17 dan 18, dimana kondisi Nusantara masih belum bisa move on dari keyakinan dan kebiasaan yang sudah menetap dalam jiwa mereka. Jalan tasawuf menjadi idola dalam beragama, karena jalan tasawuf dekat dengan pemahaman dan keyakinan masyarakat sebelumnya. Walaupun munculnya Nuruddin ar Raniri sebagai seorang sufi radikal, yang tidak mentolere pemahaman menyimpang dari al Qur’an dan Hadits, akan tetapi gagasan yang dibawanya masih bisa ditangkal oleh sufi lain yang mempunyai pemikiran berbeda semacam abdurrauf Singkel, yang mentolerer perilaku menyimpang dalam memahami agama. Inilah sekilas pokok persoalan umat islam, dan disini umat islam harus berani keluar dari perilaku-perilaku yang menyebabkan kemunduran. Oleh karena itu pembaharuan dalam Islam khususnya di Nusantara harus menjadi prioritas dan menjadi identitas umat islam. Bahwa pembaharuan sebuah keniscayaan yang harus hadir dari setiap zaman, untuk terus memberikan kemanfaatan kepada alam semesta ini. Inilah yang dilakukan oleh ulama’-ulama’ nusantara pada periode terdahulu, mereka melakukan sesuatu untuk merubah pemahaman masyarakat dan memberikan pemahaman baru bahwa kejumudan dan taqlid merupakan penyebab kemunduran umat islam. Dari Nusantara ada beberapa tokoh ulama’ yang menjadi pelopor pembaharuan Islam yang mendapat pengaruh dari ajaran Syeikh Muhammad Abduh, diantaranya di Sumatera ada Syeikh Muhammad Djamil Jambek, Syeikh Abdul Karim Amrullah, Syeikh Abdullah Ahmad, di Jawa ada Syeikh Ahmad Dahlan, Syeikh Ahmad Soerkaty, dan Syeikh A. Hasan.

PELOPOR PEMBAHARU DI SUMATERA

  1. Syeikh Muhammad Djamil Jambek

Beliau seorang ahli falak dan beliaulah yang mula-mula yang menyatakan pendapat bahwa memulai dan menutup puasa Ramadhan boleh dengan memakai hisab, beliau juga ahli memikat umat islam supaya kuat ibadah dan membantah keras tentang pemahaman tasawuf yang menyimpang.

  1. Syeikh Abdul Karim Amrullah

Beliau ahli dalam fiqh dan ushulnya, dan menyatakan dengan terang-terangan dalam satu bukunya bahwa beliau membantah paham yang menyatakan pintu ijtihad telah tertutup. Kemudian beliau mendirikan madrasah untuk menyiarkan gagasan – gagasannya ke khalayak umum.

  1. Syeikh Abdullah Ahmad

Beliau adalah seorang pengarang dan wartawan, yang dengan penanya dapat menyiarkan fahamnya, bukan saja kepada orang kampung, bahkan dalam orang-orang yang berpendidikan barat sekalipun.

Dari ketiga ulama’ sumatera tersebut utamanya Syeikh Abdul Karim Amrullah melahirkan pembaharuan yang mampu membuat goncangan kepada pemahaman umat pada saat itu, pemikiran pembaharuan tersebut terdiri dari beberapa masalah antara lain;

  1. Setelah keluar buku al fawaid al ‘Aliyyah yang dikhususkannya untuk menyatakan bahwa melafalkan niat “ushalli” dipermulaan shalat itu bukan dari Rasulullah, tidak dilakukan sahabat dan juga tidak ada dalam imam-imam mazhab yang empat. Seperti yang diungkapkan oleh Ibnu Qoyyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad.
  2. Setelah keluarnya pula kitabnya “Iqazun Niyam” yang menyatakan bid’ahnya berdiri ketika membaca maulid Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Setelah itu keluar juga fatwanya menyerang habis-habisan nikah “muhalil”, padahal cara yang buruk itu masih dilakukan orang diwaktu itu dan didiamkan saja oleh para ulama’ bahkan diperbolehkan.

Selain itu mereka mengubah khutbah jum’at, yang selama ini menggunakan bahasa arab, yang hanya dipahami oleh orang-orang tertentu yang paham bahasa arab untuk diganti dengan bahasa setempat. Supaya khutbah sebagai salah satu rukun yang ada didalam shalat jumat bisa dipahami oleh jama’ah dan akan lebih bermanfaat.

Keterangan:

Nikah Muhallil

Nikah “Muhallil” artinya,menghalalkan atau membolehkan, yaitu pernikahan yg dilakukan oleh seseorang dgn tujuan untk menghalalkan perempuan yg dinikahinya agar bisa dinikahi lagi oleh mantan suami yg telah mentalak tiga (talak ba’in). Karena Rasululloh dlm hadits riwayat Ibnu Majah yg isinya menyerupakannya muhalil dengan kambing jantan yg dipinjam dan alloh melaknat muhallil (orng yg menghalalkan) dan muhallal lah (orang yg dihalalkan untuknya).

Sumber bacaan:

Muhammadiyah kini dan esok: Din Syamsudin dkk, 1990

Sejarah perkembangan pemurnian Islam di Indonesia: Hamka, 1956

Dampak Posmodernisme

minat dg postmo. mantab

Rumah Pembebasan

Oleh: Nirwan Syafrin

Jika tidak hati-hati, filsafat bisa membawa dampak buruk bagi pemikiran Islam. Laksana obat,  kadar dan cara penggunaannya harus tepat. Jika keliru, bisa berdampak negative. Sebut saja, misalnya, filsafat posmodernisme. Dalam beberapa dekade terakhir ini, filsafat posmodernis Perancis memberikan pengaruh yang cukup kuat dalam arus pemikiran Islam dan filsafat di belahan bumi yang sedang bergejolak saat ini seperti Maroko, Aljazair, dan Tunisia. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari beberapa karya tulis yang terhasil dari tangan para cendikiawan dan pemikir negeri ini. Beberapa karya besar dari tokoh-tokoh posmodernis seperti Michel Foucault, Jacques Derrida, dan Paul Ricour sudah diterjemahkan kedalam Bahasa Arab.

Diantara karya Foucault tersohor yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab adalah Archeology of Knowledge diterjemahkan oleh Salim Yafut dengan judul Hafriyat al-Ma’rifah. Mungkin terinspirasi dengan buku ini, Yafut-pun menulis buku dengan memakai istilah yang sama yaitu Hafriyāt al-al-Ma’rifah al-‘Arabiyyah al-Islāmiyyah and Hafriyāt al-Istishrāq. Hafriyat disini bermaksud

Lihat pos aslinya 906 kata lagi

Postmodernisme; Fatamorgana Alam Khayal

untuk menambah khazanah pengetahuan

Rumah Pembebasan

Oleh: Muchtar Luthfi

 

Sejarah peradapan Barat memiliki perjalanan yang amat panjang dan berliku. Setelah sekian lama manusia Barat terkungkung dalam kebodohan akibat ulah mayoritas rohaniawan Kristen yang selalu mengatasnamakan agama dalam perilaku yang tidak sesuai dengan akal dengan berdalih sakralitas yang tidak bisa diganggu gugat, mereka mengadakan pemaksaan dogma-dogma sakralitas ke benak setiap manusia Barat. Pemerkosaan keyakinan dan pembunuhan intelektual, itulah kata ekstrim dalam menggambarkan situasi zaman itu. Masa kegelapan (dark ages), itulah istilah yang sering dipakai manusia Barat ketika mengingat masa suram abad pertengahan (Midle Ages, 325-1300). Tekanan demi tekanan yang dilakukan penguasa Gereja ibarat bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan membinasakan mereka.

Lihat pos aslinya 2.614 kata lagi

Apa Itu Filsafat Islam?

sanagat bermanfaat menambah khazanah

Rumah Pembebasan

Oleh: Dr. Syamsudin Arif

Ketika ditanya apa itu filsafat, seorang mahasiswa menjawab singkat: filsafat itu mencari kebenaran. Dengan cara berpikir dan bertanya terus-menerus.Tentang segala hal: dari persoalan gajah sampai persoalan semut, dari soal hukum dan politik hingga soal moral dan metafisika,dari soal galaksi sampai soal bakteri. Kalau begitu, berarti filsafat itu ada dimana-mana. Memang benar, filsafat ada di Barat dan di Timur. Ada filsafat Yunani, filsafat India, filsafat Cina, filsafat Kristen, dan juga filsafat Islam. Inilah makna filsafat sebagai kearifan (sophia) dan pengetahuan (sapientia) yang dicapai manusia dengan akal pikirannya.

Lihat pos aslinya 1.387 kata lagi

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM DI NUSANTARA SEBELUM ABAD 20 (Kajian Historis)

Oleh: Zaenal Arifin

GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM ABAD 17

Gerakan pembaharuan yang pertama kali muncul di Nusantara, menurut data dibawa oleh Nuruddin ar Raniri, dia diperkirakan dilahirkan sekitar abad ke 16 dikota Ranir India dan wafat pada tanggal 21 September 1658. Gerakan pembaharuan ar Raniri dapat dikategorasasikan sebagai neo sufisme, karena dia sendiri merupakan pengikut tasawwuf. Dia memberikan penekanan baru yang lebih kuat kepada orthodoksi atau syariah didalam pemikiran dan pengamalan tasawwuf. Dia merupakan tokoh pembaharu yang pertama kali dalam sejarah Islam di Nusantara yang memperkenalkan orthodoksi melalui metode yang cukup radikal dengan menggunakan pengaruhnya atas kekuasaan politik, Pada saat itu dia merupakan penasehat sultan Iskandar Tani di Acah. Karya-karya dia yang bisa kita baca diantaranya Hidayatul habib fit targhib wat tarhib, dan Sirata l-mustaqim.

 

Nuruddin ar Raniri

Meskipun sama-sama mempunyai kaitan dengan Aceh, Abdurrauf singkel adalah tokoh neo sufisme yang berbeda banyak dengan ar Raniri di dalam pendekatan dan metode penyebaran gagasan-gagasan pembaharuannya. Perbedaan ini dilatar belakangi oleh pengalaman lebih luas yang ditempuh Abdurrauf dalam menuntut ilmu-ilmu Islam. Dia dilahirkan di singkil Aceh dan wafat 1693 di Syiah kuala Banda Aceh, kemudian pada tahun 1642 mengembara ke Timur tengah untuk belajar ilmu-ilmu Islam. Meskipun didalam hal tema pokok pembaharuan yang dikembangkannya, Abdurrauf tak banyak berbeda dengan ar Raniri, namun di dalam pendekatan dan metode, keduanya berbeda banyak. Abdurrauf lebih banyak menekankan toleransi atau tasamuh menghadapi praktik-praktik yang menyimpang.

Abdurrauf singkel

Alasan inilah antara lain yang membuat gagasan-gagasan pembaharuan Abdurrauf lebih bisa diterima sehingga lebih menyebar melalui jaringan murid-muridnya di berbagai tempat kepulauan Nusantara.

Ulama’ pembaharuan neo sufisme lainnya yang berlatar belakang pendidikan luas adalah shaykh Yusuf al Maqassary. Walaupun Shaykh Yusuf menjadi teman belajar Abdurrauf, dia cenderung menempuh metode dan pendekatan yang lebih radikal dari pada Abdurrauf. Dia menekankan pentingnya pengamalan shariah di dalam kehidupan tasawuf. Sedikitnya ada 7 kitab yang ditulis oleh Shaykh Yusuf yang pada intinya menekankan pentingnya ibadah – ibadah mahdzah di dalam kehidupan seorang yang shalih. Pemikiran dia banyak terpengaruh oleh ulama’ orthodok india, sehingga ketika kembali ke sulawesi selatan Shaykh Yusuf langsung melancarkan gerakan pembaharuannya yang bertujuan menyucikan islam dari praktik-praktik mistik yang tidak islami dan menyebarkan ajaran mengharmonisasikan pengamalan aspek eksoteris (lahir) dan esoteris (batin) Islam. Shaykh Yusuf diasingkan pertama kali ke srilanka dan kemudian ke Afrika Selatan, disana Shaykh Yusuf menjadi pembangkit Islam yang hampir tenggelam dikawasan itu, sampai dia wafat pada tahun 1699.

Syech Yusuf

PEMBAHARUAN ISLAM ABAD 18

Dalam abad ke 18 suatu generasi baru pembaharuan neo sufisme muncul melanjutkan dinamika sebelumnya dalam perubahan Islam di Nusantara. Dua tokoh ulama’ terkenal dari generasi baru ini adalah Abdussamad al Palimbani dan Muhammad Arshad al Banjari. Kedua tokoh ini, seperti Abdurrauf dan shaykh Yusuf, juga menuntut ilmu di Timur Tengah. Dari latar belakang keilmuan yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan keilmuan dengan generasi murid-murud jawi sebelumnya, sehingga pemikiran dan pemahaman pembaharuan Abdussamad dan Muhammad Arshad sama pula dengan Abdurrauf dan Shaykh Yusuf, yang menekankan pada orthodoksi di dalam menganut tasawuf. Hal ini bisa dilihat dari karya-karya mereka, diantara karya Abdussamad yang terpenting adalah Tariqat al sadat al sufiyah yang diilhami dari kitab ihya ulumuddin karya al Ghozali, Hidayah al Salikin yang diilhami karya Bidaya al Hidaya, dan kitab Zuhro al murid fi bayan kalimah al tawhid. Kitab-kitab tersebut pada intinya menjelaskan kewajiban-kewajiban agama yang wajib dilakukan setiap orang salih untuk mencapai kesempurnaan ruhaniah. Sedangkan kitabnya Nasihat al Muslimin mengandung tema perang suci, yang pada gilirannya mengilhami pengarang sya’ir perang sabil di Aceh dalam menghadapi Belanda. Dia juga meminta kepada seorang alim di tanah suci yang bernama sadiq al Madani Ibn Umar untuk menulis sebuah kitab guna kepentingan masyarakat jawi ditanah air, kemudian Sadiq al Madani menulis sebuah komentar atas al Nafkha al Qudsiyya karangan Shaykh Muhammad saman.

syeh-abdus-somad-al-palimbani_

Muhammad Arshad al Banjari juga menekankan pemikiran dan ajaran yang sama dengan Abdussomad. Di dalam kitab Tuhfa al Raghibin, Muhammad Arshad menolak praktik-praktik mistisisme menyimpang di dalam jalan tasawuf, dia juga tidak menerima wahda al wujud (menyatunya hamba dengan Tuhan). Dia terkenal sebagai ahli fiqh, di dalam kitabnya paling terkenal sabil al muhtadin ia memaparkan perincian-perincian ibadah yang diuraikannya secara praktis dan sederhana. Muhammad Arshad juga merupakan alim pertama yang berusaha membetulkan arah kiblat masjid-masjid baik di Batavia, maupun dalam perjalanannya pulang dari mekah menuju Banjarmasin dan di kampung halamannya sendiri.

Muhammad arshad al banjari

Dari pemaparan diatas bisa kita ambil hikmahnya ternyata proses gerakan pembaharuan islam merupakan ciri khas islam, dan setiap pembaharuan islam ada saling terkait dengan generasi sebelumnya. Termasuk kelahiran gerakan pembaharuan Islam pada abad 20 yang didalamnya ada gerakan Muhamamdiyah sebagai spirit pada abad ini. Semoga bermanfaat wallahu a’lam bisshowab

 

Tulisan ini disarikan dari buku “Muhammadiyah kini dan esok bab akar-akar historis pembaharuan di indonesia”

SEJARAH PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA

Oleh : Zaenal Arifin

PEMAHAMAN “PEMBAHARUAN”

Gerakan pembaharuan didalam Islam secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya, baik secara individu maupun kelompok pada kurun dan situasi tertentu, untuk mengadakan perubahan didalam persepsi dan praktik ke-Islaman yang telah mapan kepada pemahaman dan pengamalan baru. Pembaharuan pada umumnya bertitik tolak dari asumsi atau pandangan yang jelas dipengaruhi situasi dan lingkungan sosial, bahwa islam sebagai realitas sosial pada lingkungan tertentu tidak sesuai bahkan menyimpang dari apa yang dipandang sebagai Islam yang sebenarnya.

Gerakan pembaharuan modern Islam abad 20 tidak muncul secara mendadak, dan tidak terlepas dari gerakan-gerakan pembaharuan Islam sebelumnya. Gerakan modern Islam adalah lanjutan dari perubahan dan dinamika yang terjadi kalangan kaum muslimin Indonesia pada abad-abad terdahulu, dan abad 17 dan 18 dapat dikatakan telah meletakkan dasar bagi gerakan modern Islam abad 20. Gerakan-gerakan Islam sebelum abad 20 belum dilihat sebagai konteks pembaharuan, dan lebih dilihat sebagai manifestasi fenomena mistisisme (Sufisme). Studi-studi keislaman melihat gerakan islam pada abad 17 cenderung menekankan pada pemikiran mistisisme yang dikembangkan seorang sufi tertentu dalam periode tertentu, tanpa mengkaji perkembangan dan perubahan – perubahan dalam pemikiran dan praktik-praktik sufisme dalam masa-masa berikutnya secara kesinambungan. Hal tersebut bisa dipahami karena selama ini kajian sejarah sufisme fokus bahasan hanya pada tokoh tertentu, dari pada sejarah sosial sufisme yang dapat mengungkapkan adanya keberlanjutan dan sekaligus perubahan yang terjadi periode setelahnya.

Sebagian besar perkembangan yang terjadi pada Islam indonesia, tidak terlepas dari interaksi kaum muslimin indonesia dengan perkembangan dan perubahan-perubahan yang terjadi di pusat-pusat Islam lainnya, terutama Timur tengah dan anak benua india. Gerakan pembaharuan Islam di Indonesia sebelum abad 18, pada dasarnya lebih berorientasi kedalam, yang merupakan respon terhadap kondisi pemahaman dan pengalaman islam dikalangan umat yang dipandang belum menjalankan islam secara murni. Faktor luar semacam ancaman dunia barat tidak menjadi faktor signifikan didalam melancarkan gerakan pembaharuan.

PERBEDAAN PEMBAHARUAN ISLAM PRA ABAD 20 DENGAN PEMBAHARUAN ISLAM ABAD 20

Ada tiga pembeda yang menandai pembaharuan Islam antara pra abad 20 dengan abad 20 yaitu organisasi, birokrasi dan kompleksitas. Segi-segi inilah yang membedakan gerakan pembaharuan modern Islam dengan gerakan pra abad 20. Gerakan pembaharuan Islam pra abad 20 bergerak melalui jaringan afiliasi jalan-jalan (turuq) yang melibatkan hubungan antar personal yang sedikit longgar namun akrab. Dalam pola hubungan seperti ini gerakan pembaharuan yang ada banyak bersandar kepada kharisma tokoh ‘ulama’ pembaharu tertentu. Sedangkan gerakan pembaharuan modern abad 20 memperkenalkan sistem organisasi modern dalam pengelolaan penyebaran gagasan-gagasan dan praksis pembaharuan. Dari segi organisasi modern inilah kelihatannya gerakan pembaharuan islam abad 20 banyak berhubungan dengan barat. Dari segi isi kandungan pembaharuan, antara gerakan pembaharuan islam pra abad 20 dengan pembaharuan Islam abad 20 tidak terlalu berbeda, keduanya membawa gagasan yang sama yaitu kembali kepada al Qur’an dan Hadits.

TAHAPAN GERAKAN PEMBAHARUAN DI INDONESIA

Menurut Azyumardi Azra, tahapan gerakan-gerakan pembaharuan Islam di Indonesia dilihat dari lingkungan situasi perkembangannya dapat dibagi kedalam dua periode besar: pertama, periode sejak perempatan kedua abad ke 17 sampai akhir abad 18, kedua, periode abad ke 19 sampai sekarang. Pada periode pertama, Islam telah mendapatkan landasan yang cukup kuat di sebagian besar wilayah nusantara. walau secara pemikiran dan pemahaman keislamannya berkembang bersamaan dengan mistisisme filosofis_nya. Sehingga pemikiran dan pemahaman tersebut berpengaruh terhadap gagasan-gagasan pembaharuan yang ada pada abad 20, seperti yang gagasan pembaharuan yang dibawa oleh Muhammadiyah, yaitu kembali kepada al Qur’an dan Hadits.

Tulisan ini disarikan dari tulisan azyumardi azra yang berjudul “Akar-akar historis pembaharuan Islam di Indonesia”